Sabtu, 12 November 2011

Susahnya Dapat Souvenir Khas Kotabaru

Susahnya Dapat Souvenir Khas Kotabaru
Perumahan Suku Bajan di Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Kotabaru- Para wisatawan atau penikmat keindahan panorama alam "Bumi Bamega" Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan mengaku kesulitan mendapatkan barang cinderamata sebagai oleh-oleh atau souvenir khas daerah setempat.
Sejumlah wisatawan dan warga pendatang di Kotabaru, Rabu (10/9), mengaku dengan terkesan keindahan Kotabaru yang dikenal secara nasional melalui lagu "Paris Barantai" ciptaan H.Anang Ardiansyah. Lirik syairnya "Kotabaru gunungnya bamega, bamega ombak panampuh disala karang, ombang manampuh di sala karang....".
Menurut Abubakar, seorang pendatang asal Lamongan, Jawa Timur, kalau saja  ada tempat penjualan menyediakan souvenir khas daerah maka kepulangan dan kesan meninggalkan  Kotabaru semakin bertambah.
"Saya tidak ingin melupakan kesan selama berada di Kotabaru, apalagi kalau bisa membawa souvenir untuk rekan dan keluarga di daerah asal," ucapnya. Ia mengaku sepekan berada di Kotabaru dengan mengunjungi berbagai obyek wisiata alam dan bahari.
Keberadaan souvenir khas akan menjadikan Kotabaru yang sudah dikenal melalui lagu "Gunungnya bamega itu..." lebih diingat lagi dan menarik minat wisatawan untuk berkunjung.
Warga luar daerah yang datang berkunjung ke Kotabaru selama ini hanya membawa pulang berupa makanan khas seperti amplang dan krupuk ikan tenggiri, serta ikan asin.
Namun  amplang, krupuk ikan tenggiri dan ikan asin yang dikemas seadanya bagi warga luar daerah Kotabaru, bukan merupakan cirikhas Kotabaru karena daerah lain di Kalsel juga memiliki komoditi perikanan dan kelautan tersebut.
Bahkan komoditi yang sama asal luar Kotabaru jauh lebih baik tampilan dan kemasannya ketimbang produk amplang, krupuk dan ikan asin yang dihasilkan dari perairan Kotabaru dan selat Makssar tersebut.
Anyaman purun yang berupa tikar, topi, tas, kerajinan tangan warga Desa Pembelacanan, dan langadai, Kecamatan Kelumpang Selatan dan Hilir, serta ukiran kayu tempat mengaji (rehal), yang sempat dijadikan produk kerajinan tangan penduduk setempat keberadaanya juga mulai tidak jelas.
Sejumlah pengrajin mengaku tidak pernah mendapatkan pembinaan dari Dinas dan instansi terkait. Sehingga para pengrajin tidak memproduksi secara rutin kerajinan tersebut. Aktivitas para pengrajin hanya sebatas mengisi waktu luang.
Kepala Dinas Pariwisata Seni dan Budaya (Parsenibud) Kotabaru, Mahmud Dimyati mengakui sebenarnya ada banyak makanan dan kerajinan khas Kotabaru, namun belum ada masyarakat atau kelompok usaha yang mengemas makanan dan kerajinan asli daerah tersebut menjadi barang oleh-oleh yang dapat dibanggakan di daerah luar.
"Selain amplang, sebenarnya kita disini sudah memiliki makanan dan ketrampilan yang dapat dijadikan souvenir oleh-oleh, namun belum dikemas dengan baik dan memesona diharapkan  pada masa yang akan datang akan muncul kreatifitas masyarakat kita," katanya. MBK
Sumber : www.kompas.com (11 September 2008)Kredit foto : Kompas (Baldi Fauzi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar